Jakarta, 05 Juni 2022 – Universitas Negeri Jakarta, menggelar webinar nasional dengan judul “LGBT Dalam Perspektif HAM”, yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meetings.

Acara dibuka oleh Master Of Ceremony, dari Fakultas Ekonomi, Kendry, dan pembacaan do’a yang dipimpin oleh Haikal Alhafiz. Acara dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Panitia, Siti Nurjihan Rahmat. Kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya beserta Mars Universitas Negeri Jakarta.

Dalam sambutannya secara virtual, Wakil Rektor III, Dr. Abdul Sukur, S.Pd menyampaikan bahwa, LGBT sangat berdampak besar terhadap generasi-generasi selanjutnya, “Adanya LGBT, tidak hanya bertentangan dengan nilai agama tapi juga bertentangan dengan peradaban, dengan mengatasnamakan kebebasan, hal tersebut adalah permasalahan serius khususnya terhadap generasi selanjutnya.”

Dilanjutkan dengan sambutan oleh Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi, Dr. Indra Pahala, M.Si. yang menyampaikan bahwa, pandangan masyarakat terhadap LGBT, banyak menimbulkan pro dan kontra, dan hal ini bukan hal yang baru atau fenomena yang baru muncul, bahkan sudah ada sejak zaman Nabi Luth. Sudah menjadi keniscayaan bagi kelompok LGBT diberikan jaminan terhadap kesehatan.

Memasuki acara inti pemaparan materi oleh ke-4 narasumber, Prof. DR. Dr. Hafid Abbas, selaku Ketua Senat UNJ, Ketua Komisioner, dan Ketua Komnas HAM 2012-2017, Putri Silaturrahmi, M.HSc. selaku Peneliti Sosial, Prof. Dr. Henry Eryanto, M.M selaku Ketua Senat Fakultas Ekonomi UNJ, Dr. Abdul Haris Fatgehipon M.Si. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial, sekaligus pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Pemaparan materi yang dibuka oleh Moderator dari Fakultas Ekonomi, Elisabeth Setyani Krismawarti.

Pemaparan materi pertama, dimulai oleh Putri Silaturrahmi M.HSc. selaku Peneliti Sosial, Anggota IKA UNJ. Beliau menyampaikan, latar belakang dalam webinar ini, LGBT merupakan permasalaan yang melintas ruang dan zaman. Hal ini disebabkan kehadiran kaum LGBT hampir sama lamanya dengan peradaban manusia itu sendiri. “Adanya simbo pelangi, karena pelangi

seperti simbol yang diambil dari yunani, yaitu simbol lambda, merupakan liberation atau pembebasan, yang diharapkan tidak mendapatkan diskriminasi.”

Juga disampaikan bahwa, “Tujuan dari LGBT, sebagai wadah untuk mempersatukan kelompok pelaku menyimpang ini, sehingga diadakannya gerakan untuk menarik simpati oleh masyarakat luas.”

Pemaparan materi kedua, oleh Prof. DR. Dr. Hafid Abbas, selaku Ketua Senat UNJ, Ketua Komisioner, dan Ketua Komnas HAM 2012-2017. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan “Prinsip universal, ketika sudut ini menjadi perhatin kita, terdapat 3 prinsip yang disampaikan oleh Kofi Annan, yaitu development, security, dan human right. Kehidupan umat manusia di seluruh planet ini, tidak mungkin terasa nyaman, diperlukan pembangunan.”

Beliau juga menyampaikan, Pasal 28B “Bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga, untuk melanjutkan keturunan melalui perkawainan yang sah.” Itu dasar yang kuat di indonesia. Kesepakatan dunia mengenai LGBT, menurut The Yogyakarta Principles, setiap orang punya hak untuk membentuk keluarga, dan tidak perlu memperhatian bentuk jenis kelaminnya.

Selanjutnya, pemaparan materi ketiga oleh Prof. Dr. Henry Eryanto, M.M selaku Ketua Senat Fakultas Ekonomi mengenai,

Beliau menyampaikan, “Dari prespektif psikologis, ada 2 cara penyembuhan LGBT yaitu, terapi hormonal di rumah sakit, untuk mereka yang mengalami, karena faktor hormon dan terapi psikologi untuk mereka yang terpengaruh karena faktor lingkungan.”

Pemaparan materi terakhir, disampaikan oleh Dr. Abdul Haris Fatgehipon, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial UNJ dan pengampu Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Beliau menyampaikan data LGBT di Indonesia. Menurut survey CIA, yang dilansir oleh media malaysia, polulasi LGBT di indonesia adalah ke-5 terbesar di dunia setelah China, India, Eropa dan Amerika. “Beberapa lembaga survey independen dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa, Indonesia memiiki 3% penduduk LGBT. Ini berarti 250 juta penduduk, dan 7,5 jutanya adalah LGBT.”

Beliau menyampaikan “hubungan sesama jenis tersebut, hingga kinibelum di akui keberadaaannya secara resmi, dan terbuka oleh negara, karena Indonesia selalu mempromosikan keluarga heteroseksual, yang diperjelas dengan di keluarkan nya Undang-undangRepublik Indonesia No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.”

Agenda selanjutnya yaitu sesi tanya jawab bagi para peserta, dan Closing Statement oleh pemateri. Lalu diadakannya sesi foto bersama, beserta do’a penutup. Dan Acara ditutup oleh Master of Ceremony.

LR, WPS

Tim FIS Media Center
Kategori: Berita