Suasana akademik terasa hidup pada Jumat, 17 Oktober 2025, ketika mahasiswa Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Negeri Jakarta mengikuti kuliah tamu mata kuliah Studi Agama-Agama melalui Zoom Meeting. Kegiatan ini menghadirkan Drs. M. Nuh Hasan, M.A., dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berbagi wawasan lintas iman dalam suasana ilmiah, santai, dan reflektif.
Kegiatan yang berlangsung pukul 13.30–15.30 WIB ini merupakan bagian dari implementasi kerja sama antara Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) UNJ dan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah. Mahasiswa peserta berasal dari kelas Studi Agama-Agama yang diampu oleh Dr. Sa’dullah, Dr. Bina Prima Panggayuh, Ahmad Nurfahmi, M.Pd., dan Zulfatun Nikmah, M.Pd. Kegiatan ini bukan sekadar sesi kuliah biasa. Ia adalah jembatan dialog antariman yang menumbuhkan empati dan nalar ilmiah. Selama dua kali pertemuan (17 dan 24 Oktober), Dr. Nuh Hasan menuntun mahasiswa untuk mempelajari suatu agama bukan dari luar, tetapi dari dalam—dari perspektif penganutnya sendiri. “Belajarlah memahami, bukan menghakimi,” tegasnya di awal kuliah.
Kegiatan ini juga menjadi ruang perjumpaan gagasan dan nilai. Drs. M. Nuh Hasan mengajak mahasiswa untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan empati terhadap perbedaan, sekaligus menegaskan bahwa studi lintas agama bukanlah ancaman bagi keyakinan, melainkan jendela untuk memahami kemanusiaan. Para mahasiswa merespons dengan antusias. Diskusi berjalan hangat, mencerminkan semangat dialog yang menjadi inti dari mata kuliah ini. Banyak mahasiswa mengaku mendapatkan perspektif baru tentang cara memahami keberagaman agama di Indonesia—bukan sebagai sekat, tapi sebagai peluang untuk saling belajar dan tumbuh bersama.
Kegiatan ini juga memperkuat jalinan kolaborasi antara UNJ dan UIN Syarif Hidayatullah. Kolaborasi dua kampus besar ini membuktikan bahwa sinergi akademik lintas bidang dan lintas iman dapat menjadi fondasi kuat bagi pendidikan yang moderat dan inklusif. Dengan semangat keterbukaan, mahasiswa PAI UNJ belajar bahwa menjadi sarjana agama bukan hanya menguasai teori, tetapi juga menjadi penebar kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk.