Merawat Tradisi, Menjawab Zaman: Dialog Nasional PAI UNJ dan UNIIB Gali Masa Depan Pendidikan Islam di Banyuwangi

Di tengah arus modernisasi yang terus bergerak, Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) bersama Universitas Islam Ibrahimy (UNIIB) Banyuwangi menggelar Dialog Nasional bertajuk “Tantangan dan Peluang Pengelolaan Institusi Pendidikan Islam di Banyuwangi dalam Menghadapi Modernisasi.” Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Mahasiswa PAI UNJ di Bumi Blambangan.

Acara yang dikemas dalam suasana ilmiah dan budaya ini mempertemukan akademisi, seniman, serta tokoh masyarakat lokal. Mereka berdialog membahas masa depan pendidikan Islam yang mampu menjawab tantangan zaman sekaligus menjaga akar tradisi.

Sari Narulita, selaku Korprodi PAI UNJ dan Ketua Umum Asosiasi Prodi Pendidikan Keagamaan Islam di Perguruan Tinggi Umum, membuka dialog dengan menegaskan bahwa pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan.

“Pendidikan yang baik adalah yang membentuk manusia secara utuh. Kita tidak bisa hanya membangun akal, tanpa membangun akar. Kearifan lokal menjadi fondasi penting dalam membumikan nilai-nilai Islam secara kontekstual.”

Senada dengan itu, Wakil Rektor I UNIIB, Ahmad Aziz Fanani, menyampaikan bahwa kurikulum pendidikan Islam perlu dikembangkan secara adaptif.

“Kurikulum yang menyatu dengan kearifan lokal akan membentuk karakter dan identitas yang kuat.”

Sementara itu, Imam Mashuri, Ketua Prodi PAI Tarbiyah UNIIB, memaparkan realitas pendidikan karakter di Banyuwangi yang ditopang oleh keberadaan pesantren dan madrasah.

“Namun kita juga menghadapi tantangan serius seperti keterbatasan teknologi, minimnya integrasi antara nilai agama dan kemajuan zaman, serta krisis identitas generasi muda. Butuh strategi yang konkret—penguatan kurikulum, pemanfaatan teknologi, serta pelibatan orang tua dan masyarakat.”

Tak hanya dari dunia akademik, nilai-nilai pendidikan juga disuarakan lewat budaya. Adi Purwadi, pelestari tradisi mocoan Lontar Yusuf, menyampaikan bahwa pendidikan karakter sebenarnya telah lama hidup dalam naskah-naskah lokal.

“Lontar Yusuf mengajarkan etika berdoa yang lembut dan hati yang bersih.”

Budaya lain seperti pencak sumping yang diperkenalkan oleh Azis Marzuki, dan kesenian Gandrung yang dibawakan oleh Temu Misti, juga menunjukkan bagaimana spiritualitas Islam menyatu dalam praktik seni dan tradisi masyarakat.

Hari Purnomo, budayawan Banyuwangi, menutup sesi dengan menyampaikan bahwa modernisasi beragama harus bersifat multikultural dan berbasis karakter.

“Jika pendidikan mampu merangkul kebudayaan, maka generasi muda tidak hanya cerdas, tapi juga berjiwa—berempati dan mencintai tanah air serta budayanya.”

Dialog Nasional ini menjadi momentum penting bagi mahasiswa PAI UNJ untuk menyaksikan langsung bagaimana pendidikan Islam dapat terus hidup dan berkembang di tengah arus perubahan. Banyuwangi pun menjadi cermin bahwa masa depan pendidikan Islam ada pada titik temu antara agama, budaya, dan kemanusiaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Company

Our ebook website brings you the convenience of instant access to a diverse range of titles, spanning genres from fiction and non-fiction to self-help, business.

Features

Most Recent Posts

eBook App for FREE

Lorem Ipsum is simply dumy text of the printing typesetting industry lorem.

Category

Lebih moderat, makin Indonesia!

Company

About Us

FAQs

Contact Us

Terms & Conditions

Privacy Policy

Features

Copyright Notice

Mailing List

Social Media Links

Help Center

Products

Sitemap

New Releases

Best Sellers

Newsletter

Contact us

Mailing

Privacy Policy

Mailing List

© 2023 Islamic Religious Education Departement