Dua dosen Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) FIS UNJ, Dr. Sari Narulita dan Mushlihin, MA, mengikuti Annual Conference on Pesantren Education yang berlangsung pada 5–7 November 2025 di Birawa Assembly Hall, Hotel Bidakara, Jakarta. Kehadiran keduanya menjadi bagian dari ikhtiar Prodi PAI UNJ untuk terus membuka ruang belajar, memperkuat jejaring, dan menyerap gagasan-gagasan transformatif bagi masa depan pendidikan pesantren di Indonesia.
Konferensi yang mengusung tema “Rekognisi, Afirmasi, dan Fasilitasi Pendidikan Pesantren untuk Pendidikan Bermutu yang Berkeadilan” ini dirancang sebagai forum strategis yang mempertemukan para pemikir, praktisi, dan penggerak pendidikan Islam. Selama tiga hari, peserta diajak menyelami persoalan mendasar dan peluang besar pendidikan pesantren melalui rangkaian sesi pembukaan, pemaparan materi utama, diskusi panel, refleksi akademik, hingga praktik baik dari berbagai daerah. Suasana diskusi berlangsung hidup, penuh pandangan kritis sekaligus optimistis untuk memperkuat peran pesantren di tengah dinamika zaman.
Para narasumber yang hadir memberikan ulasan tajam mengenai empat isu utama. Mereka menyoroti pentingnya regulasi pendidikan pesantren yang berkeadilan, komitmen pemerintah dalam membuka afirmasi dan akses yang setara, serta praktik baik pesantren yang dapat direplikasi untuk memperkuat mutu pendidikan. Pemikiran yang disampaikan tidak sekadar menambah wawasan, namun menggerakkan kesadaran akan urgensi membangun jembatan antara pesantren dan sistem pendidikan nasional agar tumbuh berdampingan, saling menguatkan, dan tidak berjalan dalam ruang terpisah.
Semangat besar itu berangkat dari kenyataan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan tertua yang telah berperan vital dalam membentuk karakter bangsa. Seiring perjalanan waktu, pesantren tidak hanya menjalankan fungsi pendidikan agama, tetapi berkembang menjadi pusat pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi, dan penjaga nilai kebhinekaan. Terbitnya Undang-Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren menjadi tonggak bersejarah, karena negara memberikan rekognisi penuh terhadap eksistensi, kekhasan, dan tradisi keilmuan pesantren sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Namun rekognisi saja tidak cukup—pesantren membutuhkan afirmasi dan fasilitasi berkelanjutan agar mampu memberikan layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan bagi seluruh santri di Indonesia.
Konferensi ini menegaskan perlunya dukungan regulasi, pendanaan, kemitraan, hingga penguatan kapasitas SDM pesantren. Pemikiran tersebut berpijak pada kesadaran bahwa pesantren harus memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kebijakan nasional, sehingga mampu mencetak santri berilmu, berkarakter kebangsaan, melek teknologi, serta siap menghadapi tantangan global. Pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi, dan dunia usaha didorong untuk menyamakan komitmen dan bergerak dalam kolaborasi, bukan bekerja dalam ruang sektoral masing-masing.
Keterlibatan Dr. Sari Narulita dan Mushlihin, MA dalam forum ini mencerminkan langkah Prodi PAI FIS UNJ untuk terus hadir di ruang dialog nasional mengenai pendidikan Islam. Mereka tidak hanya kembali membawa kumpulan catatan dan wawasan baru, tetapi juga energi kolaboratif untuk diterjemahkan ke dalam penguatan tridarma perguruan tinggi—mulai dari inovasi pembelajaran PAI, penelitian berbasis pesantren, hingga pengabdian masyarakat yang menyentuh langsung kebutuhan lembaga pesantren.
Partisipasi ini memperkuat peran UNJ sebagai mitra strategis dalam pembangunan pendidikan Islam yang unggul, inklusif, dan moderat. Harapannya, jaringan yang terbangun dan inspirasi yang terserap akan berbuah pada kerja kolaboratif yang nyata, berkelanjutan, dan berdampak luas bagi kemajuan pesantren serta masa depan pendidikan bangsa. Pesantren bukan hanya warisan, tetapi aset berharga peradaban Indonesia—dan tugas kita bersama adalah memastikan ia tumbuh semakin kuat, setara, dan relevan dalam mencerdaskan generasi menuju Indonesia Emas 2045.



