Publikasi

Penguatan Bumdes dengan Status Badan Hukum

PENGUATAN BUMDES DENGAN STATUS BADAN HUKUM 

Oleh : Rosita Adiani

  1. Latar Belakang

Pengembangan basis ekonomi di pedesaan sudah sejak lama dijalankan oleh pemerintah melalui berbagai program. Namun sifatnya lebih kepada program yang bersifat top down – inisiasi dari pusat, desa hanya sebagai pelaksana. Bentuk pengembangannya pun lebih condong seragam, tidak didasarkan pada kultur, kondisi, dan potensi yang terdapat di daerah – yang cenderung berbeda. Oleh karena pengembangan ekononi desa belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Dengan pengembangan ekonomi bersifat top down tersebut, kreatifitas daerah tidak muncul. Disamping tidak adanya regulasi yang memungkinkan dan mendorong kreatifitas muncul, ada pula rasa takut melangkah, menghindari kesalahan dan mencari rasa aman. Pelibatan masyarakat dalam kegiatan ekonomipun tidak terjadi karena tidak ada regulasi yang kuat yang menjadi dasar bagi peran serta masyarakat dalam pengembangan ekonomi kerakyatan.

Permasalahan lain yang menyebabkan tidak berkembangnya ekonomi berbasis pedesaan adalah kurangnya sumber daya manusia yang mampu melihat peluang. Sistem dan mekanisme kelembagaan ekonomi di pedesaan tidak berjalan efektif dan berimplikasi pada ketergantungan terhadap bantuan Pemerintah sehingga mematikan semangat kemandirian.

Pada tahun 1992, pemerintah telah menggalakan bentuk usaha berupa koperasi yang dinamakan koperasi unit desa, yang ditandai dengan di terbitkannya UU No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Namun badan usaha koperasi tersebut gagal mengangkat ekonomi di pedesaan. Koperasi cenderung digunakan sebagai alat ekonomi bagi juragan-juragan yang ada di pedesaan. Kalaupun ada banyak anggota yang di persyaratkan dalam sebuah koperasi, keberadaannya hanya sebagai formalitas – sekedar nama – anggota tidak merasa memiliki, dan anggota-anggota condong berstatus bawahan atau terafiliasi dengan pemilik modal yang menjalankan koperasi. Akibatnya koperasi hanya untuk mensejahterakan pemilik modalnya, jauh dari tujuan badan hukum koperasi itu sendiri yaitu ekonomi kerakyatan yang berusaha mensejahterakan anggotanya.

Dengan munculnya semangat otonomi daerah, muncul juga gagasan untuk memperkuat badan usaha di daerah. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk menumbuhkembangkan perekonomian daerah dengan mengeluarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 213 ayat (1) Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Ketentuan lebih lanjutn yang mengatur tentang Bumdes terdapat dalam :

  1. UU No. 6/2014 tentang Desa

Memberikan peluang pada Desa untuk dapat membangun Desa dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),

  1. PP No. 43 tahun 2014 dan PP No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, khususnya BAB VIII tentang BUM Desa
  2. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrari (Permendesa) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Di sisi lain, pemerintah telah melakakukan pembangunan di segala bidang, salah satu bidang yang terpenting adalah bidang ekonomi. Suatu negara dapat membuat banyak program dan kegiatan guna mensejahterakan rakyatnya apabila ditopang dengan ekonomi yang baik. Dengan ekonomi yang baik akan menghasilkan pendapatan negara yang besar. Agar kegiatan dalam bidang ekonomi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan tatanan hukum yang baik. Oleh karena itu pembangunan bidang hukum harus sejalan dengan pembangunan di bidang lainnya.

Ketentuan badan hukum ini penting untuk dibahas, karena status badan hukum atau tidak memiliki badan hukum, akan menentukan badan usaha tersebut diterima dalam kegiatan usaha. Status badan hukum akan menentukan apakah suatu badan usaha memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.

Apabila kita lihat dari sisi subjek hukum pelaku ekonomi, kegiatan ekonomi dapat dilakukan oleh orang perorangan dan juga badan usaha yang badan hukum. Dalam praktiknya, pelaku kegiatan ekonomi yang besar dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum. Oleh karena itu tatanan hukum tentang usaha berbentuk badan hukum penting untuk dikembangkan agar memberi kepastian dalam kegiatan usaha.

Hal ini terlihat juga dalam pengaturan mengenai BUMDES.  Hal ini secara jelas di sebutkan dalam Pasal 78 ayat (3) PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang berbunyi, Bentuk Badan Usaha Milik Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbadan hukum.

Namun dalam praktiknya banyak pemerintahan desa yang ingin membentuk BUMDES tidak paham tentang bentuk badan hukum seperti apa yang harus dibuat untuk mendirikan BUMDES. Akibatnya, pendiriannya dilakukan dengan mengikuti contoh yang telah ada saja. Salah satu desa yang sampai saat ini masih mencari dasar hukum pembententukan BUMDES adalah Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Di desa Bantar Karet, pendirian BUMDES hanya sebatas sampai dibuatnya Perdes tentang BUMDES. Dengan telah adanya Perdes, aparat desa dan pemangku kepentingan di desa bantar karet, telah merasa memiliki BUMDES. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam ayat (2) Pasal 78 PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa yang menyebutkan bahwa pembentukan BUMDES ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Kurangnya pengetahuan tentang dasar hukum pendirian Bumdes mengakibatkan roda organisasi bumdes tidak dapat berjalan dengan baik. para pengurus bumdes belum merasa mempunyai kewenangan yang pasti dalam menjalankan bumdes. Pendirian yang hanya didasarkan pada Perdes belum dirasa memberi pegangan yang kuat bagi pengurus. Akibatnya seperti yang terjadi, Bumdes di desa Bantarkaret tidak berjalan dengan baik. kegitan yang dilakukan hanya jalan apabila ada dana tambahan baik dari desa maupun CSR antam.

Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan panduan dalam pendirian BUMDES dari sisi badan hukum. Diharapkan dengan adanya panduan ini, dasar hukum bagi organ-organ BUMDES lebih kuat, sehingga lebih mempunyai semangat untuk berkreasi memajukan BUMDES.

  1. Status Organisasi atau Badan Usaha

Sebelum menjelaskan tentang badan usaha atau organisasi berbadan hukum, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan tentang perbedaan badan usaha/organisasi yang berbadan hukum, dengan badan usaha /organisasi yang tidak berbadan hukum.

Kapan suatu badan usaha/organisasi dapat dikatakan berbadan hukum? Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu badan usaha atau suatu organisasi dapat disebut sebagai badan hukum. Syarat-syarat tersebut dapat kita termukan dalam:

  • Peraturan perundang-undangan
  • Hukum kebiasaan
  • Yurisprudensi, dan
  • Doktrin

Berdasarkan Pasal 1653 KUH Perdata, ada 3 jenis badan hukum:

  • Badan Hukum yang diadakan oleh Pemerintah
  • Badan Hukum yang di akui oleh Pemerintah
  • Badan hukum dengan konstruksi keperdataan

Di samping itu, suatu jenis badan usaha ditentukan status badan hukumnya berdasarkan ketentuan yang termuat dalam aturan mengenai badan usaha tersebut, misalnya badan usaha perseroan terbatas, yang menentukan kapan suatu Perseroan Terbatas memiliki atau kehilangan status badan hukumnya.

Berdasarkan dokrin (pendapat ahli hukum). Menurut Sri Soedewi Maschoen Sofwan, status badan hukum dapat diberikan dalam wujud :

  • Kumpulan orang orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan hukum, yaitu berwujud perhimpunan
  • Kumpulan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tujuan terentu, yaitu berwujud yayasan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, kriteria badan hukum didasarkan pada dua hal, yaitu kebutuhan masyarakat dan ketentuan undang-undang. Sedangkan menurut H TH. Ch. Kal dan VFM den Hartog, untuk sahnya suatu badan hukum, harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:

  • Tujuan
  • Harga
  • Alat-alat kelengkapan organisasi

Ali Rido mengemukakan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu badan hukum, yaitu:

  • Adanya harga kekayaan yang terpisah
  • Mempunyai tujuan tertentu
  • Memunyai kepentingan tersendiri
  • Adanya organisasi yang teratur

Sedangkan menurut Soenawar Soekawati, beberapa unsur yang dapat digunakan sebagai kriteria untuk menentukan apakah suatu organisasi atau badan usaha dapat disebut sebagai badan hukum atau tidak adalah (sumber Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, 1987, Hlm 79):

  • Harus ada harta kekayaan yang terpisah darikekayaan para anggota
  • Harus ada kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum, dan kepentingan terebut bukan kepentingan dari satu orang atau beberapa orang saja.
  • Meskipun kepentingan itu tidak terletak pada orang-orang ertentu, namun kepentingan itu harus stabil, berlaku untuk jangka pancang.
  • Adanya harta kekayaan tersendiri yang tidak hanya befungsi sebagai obyek tuntutan, melainkan juga sebagai upaya pemeliharaan kepentingan badan hukum yang terpisah darikepentingan anggota-anggotanya

Jadi dapat disimpulkan, bahwa suatu badan usaha atau organisasi dapat melakukan perbuatan hukum layaknya manusia (yang secara umum sudah diterima sebagai subjek hukum) adalah organisasi yang telah memenuhi persyaratan yaitu:

  • Memiliki tujuan tertentu
  • Memiliki organ-organ atau organisasi yang teratur
  • Memiliki harga kekayaan sendiri yang terpisah dari manusia, dan ;
  • Telah disebutkan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan bahwa organisasi atau badan usaha tersebut berbadan hukum (bila syarat-syaratnya dipenuhi).

Dalam praktiknya, yang memenuhi ketentuan tersebut sampai saat ini adalah:

  • Pemerintahan pusat dan daerah, sampai tingkat kelurahan/Desa
  • Organisasi kemasyarakatan
  • Perseroan Terbatas
  • Koperasi
  • Yayasan

Namun tidak semua organisasi kemasyaratakan, perseroan terbatas, koperasi dan yayasan memiliki status badan hukum. Organisasi dan badan usaha tersebut baru memiliki status badan hukum apabila semua persyaratan untuk itu yang disebutkan dalam peraturan yang mengaturnya dipenuhi.

Selain yang disebutkan di atas, badan usaha atau organisasi tidak memiliki badan hukum. Dalam hal ini badan usaha Perseroan komanditer dan Firma (sebagaimana disebutkan dalam KUH Perdata) tidak bisa memiliki status badan hukum.

 3.  Badan Usaha Berbadan Hukum

Secara umum, pembagian badan usaha dalam melakukan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu: badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Badan usaha berbadan hukum misalnya antara lain: perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan usaha milik Negara, perseroan, perseroan terbuka, dan perum. Adapun badan usaha tidak berbadan hukum antara lain usaha perseorangan, persekutuan perdata (maatschap), firma, persekutuan komanditer (CV). Relevansi pembagian 2 (dua) kelompok tersebut perlu diketahui dalam kaitan pengenalan mengenai kewajiban dan tanggung jawab pendiri/pemegang saham. Pengelompokkan kedua badan usaha tersebut dapat dilihat dengan perbedaan yang cukup signifikan.

Pertama, subyek dan permodalan. Sejak pendiriannya disahkan, maka subyek hukum badan usaha berbadan hukum itu adalah dia sendiri sebagai personifikasi orang sebagai badan hukum. Oleh karenanya, dia sendiri telah diakui sebagai badan hukum terpisah dari pendiri/pemegang saham. Dalam melakukan perbuatannya, badan usaha berbadan hukum diwakilkan oleh pengurus/direksi yang ditunjuk sesuai dengan akta pendirian/anggaran dasar. Sedangkan, subyek hukum dalam badan usaha tidak berbadan hukum melekat pada pendiri atau pengurusnya, dengan demikian badan usaha tersebut bukan merupakan subyek hukum yang berdiri sendiri di luar pendiri/pengurus. Dalam melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, badan usaha tidak berbadan hukum diwakilkan oleh pendiri yang sekaligus juga bertindak sebagai pengurus.

Badan usaha berbadan hukum ini mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum tidak. Konsekuensi hukumnya, pihak ketiga yang mempunyai perikatan hanya dapat menuntut pendiri/atau pengurusnya, dan bukan badan usahanya selayaknya pada badan usaha berbadan hukum. Mengenai harta (permodalan) pada badan usaha berbadan hukum terpisah dari kekayaan para pendiri/pengurus, sementara harta kekayaan dalam badan usaha tidak berbadan hukum bercampur dengan harta/kekayaan pendiri/pengurus. Selain itu, badan usaha berbadan hukum dapat digugat dan menggugat, sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat, akan tetapi dapat ditujukan kepada pendiri/pengurus aktif karena pendiri/pengurus aktif tersebutlah yang secara tidak langsung melakukan hubungan hukum.

Kedua, prosedur pendirian. Pendirian badan usaha berbadan hukum mutlak harus ada pengesahan dari pemerintah terhadap akta pendirian dan anggaran dasarnya. Sebagai gambaran, akta pendirian suatu perseroan terbatas disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Pasal 7 ayat (4) UU Perseroan Terbatas), sedangkan pendirian suatu firma hukum hanya didirikan di bawah sebuah akta notaris dan kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang di dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan (Pasal 23 KUH Dagang).

Ketiga, harta kekayaan. Harta kekayaan badan usaha berbadan hukum terpisah dengan harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus.  Dengan demikian, dalam akta pendirian dijelaskan permodalan badan usaha tersebut. Pemisahan harta keduanya sangat jelas diatur. Sementara, pada badan usaha tidak berbadan hukum tidak ada suatu pembatasan yang jelas antara harta kekayaan pribadi pendiri/pengurus dengan harta kekayaan badan usaha tersebut, atau dengan kata lain, harta kekayaannya bercampur dan tidak ada suatu pemisahan yang jelas.

Keempat, pertanggungjawaban. Dalam badan usaha berbadan hukum, pertanggungjawaban pendiri/pemegang saham terhadap perikatan badan usaha kepada pihak ketiga hanya sebatas modal (inbreng) yang dimasukkan ke dalam badan usaha tersebt. Sedangkan, pada badan usaha tidak berbadan hukum, pertanggungjawabannya akan sampai harta pribadi pendiri tersebut alias tidak ada pembatas. Dalam terjadi kebangkrutan (kepailitan) atau dalam likuidasi, harta yang dibereskan dalam badan usaha berbadan hukum yang dibereskan hanya harta/modal yang terdaftar, sedangkan pada badan hukum yang tidak berbadan hukum pemberesan dilakukan terhadap semua hartanya sampai terhadap harta pribadinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka bentuk unit usaha berbadan hukum yang dapat dimiliki oleh Bumdes adalah Perseroan Terbatas dan Koperasi. Sedangkan Bentuk badan usaha lain yang juga dapat berstatus sebagai badan hukum yaitu Yayasan, tidak penulis uraikan disini, karena yayasan merupakan badan hukum yang sifatnya sosial, bukan mencari keuntungan. Pendirinan bumdes jelas, untuk mencari keuntungan yaitu menambah Pendapatan Asli Desa dan kesejahteraan masyarakat desa.

  1. Perseroan Terbatas (PT)

a.  Dasar Hukum Perseroan Terbatas

Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus 2007. Sebelum UUPT 2007, berlaku UUPT No. 1 Th 1995 yang diberlakukan sejak 7 Maret 1996 (satu tahun setelah diundangkan) s.d. 15 Agt 2007, UUPT th 1995 tersebut sebagai pengganti ketentuan tentang perseroan terbatas yang diatur dalam KUHD Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, dan segala perubahannya.

Perseroan terbatas telah berdiri sejak ditandatanganinya akta pendirian perseroan di hadapan notaris oleh para pendirinya, sedangkan status badan hukum perseroan diperoleh setelah akta pendiriannya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

b. Pengertian Perseroan Terbatas

Istilah perseroan menunjuk kepada cara menentukan modal, yaitu terbagi dalam saham-saham (sero), dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, menentukan: “ Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hokum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Perseroan Terbatas adalah suatu bentuk hukum (legal form) yang didasarkan kepada fiksi hokum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan (natural person). Dengan demikian, perseroan dapat melakukan semua fungsi hukum dari orang perseorangan, yaitu dapat memiliki kekayaan, dapat menggugat atau digugat, dapat membeli sesuatu atau menjual harta kekayaannya, dapat menerima hibah sesuatu dari pihak lain, berhak menerima pengalihan atas suatu tagihan, berkewajiban untuk membayar utang dan kewajiban lain kepada pihak lain, dapat menerima atau memberikan pinjaman. Pemegang saham tidak berkewajiban untuk membayar utang-utang perseroan. Jika suatu perseroan dinyatakan pailit oleh pengadilan, tidaklah membawa konsekuensi yuridis bahwa para pemegang sahamnya juga ikut dinyatakan pailit.

Sebagai badan hukum, perseroan harus memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti ditentukan dalam undang-undang perseroan terbatas, sebagai berikut :

  • Organisasi yang teratur

Sebagai organisasi yang teratur, perseroan mempunyai organ yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan undang-undang perseroan terbatas, anggaran dasar perseroan, anggaran rumah tangga perseroan dan keputusan RUPS.

  • Harta kekayaan sendiri

Perseroan memiliki kekayaan sendiri berupa modal yang terdiri dari seluruh nilai nominal saham .

  • Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum perseroan melakukan hubungan hukum sendiri dengan pihak ketiga yang diwakili direksi, dimana direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

  • Mempunyai tujuan sendiri

Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan atau laba (profit oriented). (Abdulkadir Muhammad. 2002: 69). Berdasarkan uraian di atas maka pengertian perseroan terbatas adalah badan hukum yang menjalankan perusahaan, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang sepenuhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang.

Adapun syarat utama yang wajib dipenuhi oleh pendiri perseroan, yaitu:

  • Perjanjian antara dua orang atau lebih yang berarti hal ini menegaskan prinsip yang dianut oleh undang-undang perseroan sebagai badan hukum yang dibentuk berdasarkan perjanjian.
  • Dibuat dengan akta otentik di muka notaris menurut ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Undang- undang Perseroan Terbatas.
  • Modal dasar perseroan yang ditentukan pada Pasal 32 Undang-Undang Perseroan Terbatas paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Sedangkan syarat-syarat yang ditentukan oleh perundang-undangan ialah:

  • Membuat akta pendirian dengan akta notaries dalam bahasa Indonesia terdapat dalam Pasal 7 ayat 1 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
  • Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri hukum dan HAM. Pasal 7 Ayat (4) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
  • Akta pendirian beserta surat pengesahan harus didaftarkan dalam daftar perusahaan Pasal 8 Ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007.
  • Akta pendirian beserta surat pengesahan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Pasal 9 UUPT Nomor 40 Tahun 2007.

Di dalam akta pendirian perseroan terbatas memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang sekurang-kurangnya memuat:

  • Nama lengkap pendiri beserta tempat tinggal, lahirnya, pekerjaannya, tempat tinggalnya serta
  • Susunan dan nama lengkap anggota direksi dan komisaris yang pertama kali diangkat beserta tempat dan tanggal lahirnya, pekerjaannya, tempat tinggalnya serta kewarganegaraannya.
  • Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
  • Perbuatan hukum yang berkaitan dengan susunan dan penyertaan modal serta susunan saham perseroan yang dilakukan oleh pendiri sebelum perseroan didirikan. (Pasal 13 UUPT Nomor 40 Tahun 2007)

c.  Anggaran Dasar

Mengenai anggaran dasar Perseroan Terbatas harus dibuat secara otentik (akta notaris) dalam bahasa Indonesia sesuai Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 15 UUPT Tahun 2007. Isi anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat:

  • Nama dan tempat kedudukan perseroan terbatas.
  • Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan undang-undang.
  • Jangka waktu berdirinya perseroan.
  • Besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor.
  • Jumlah saham, jumlah klasifikasi saham jika ada, berikut jumlah sahanuntuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat dan nilai nominal setiap saham.
  • Susunan, jumlah dan nama anggota direksi dan komisaris serta wewenang dan kewajiban
  • Penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham.
  • Tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota direksi dan
  • Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden.

Mengenai tujuan Perseroan Terbatas dapat dilihat dari anggaran dasar perseroan yang merumuskan bahwa maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan utama perseroan terbatas adalah memperoleh keuntungan atau laba.

d. Organ-organ Perseroan Terbatas

Organ-organ perseroan ini juga dapat disebut dengan alat perlengkapan perseroan terbatas yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang memuat syarat-syarat konstitutif dari badan hukum, berupa anggaran dasar dan atau undang-undang serta peraturan-peraturan lain menunjukkan orang-orang mana yang dapat bertindak untuk dan atas pertanggung-jawaban badan hukum, orang-orang ini disebut dengan organ (alat perlengkapan) dari badan hukum tersebut (Ali Rido, 1993 : 33). Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, yang termasuk dalam organ perseroan terbatas adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. Pasal 1 Ayat (4) UU No. 40 Tahun 2007 menentukan Rapat Umum Pemegang Saham, yang disebut Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. Dari ketentuan pasal tersebut maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memegang dua kekuasaan atau wewenang yaitu: memberhentikan direksi dan komisaris perseroan, dan mempunyai kewenangan tertinggi dalam perseroan.

2. Koperasi

a. Mekanisme Pembentukan Badan Hukum Koperasi

Orang-orang yang akan mendirikan Koperasi harus mengerti maksud dan tujuan Koperasi serta kegiatan usaha yang akan dilaksanakan oleh koperasi yaitu untuk meningkatkan pendapatan dan manfaat yang sebesar bagi anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Koperasi berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 01 / Per / M.KUKM / I / 2006 adalah sebagai berikut :

  • orang-orang yang mendirikan dan yang nantinya menjadi anggota Koperasi harus mempunyai kegiatan dan atau kepentingan ekonomi yang sama;
  • pendiri koperasi primer adalah warga negara Indonesia , cakap secara hokum dan mampu melakukan perbuatan hukum;
  • pendiri koperasi sekunder adalah pengurus koperasi primer yang diberi kuasa dari masing-masing koperasi primer untuk menghadiri rapat pembentukan koperasi sekunder;
  • usaha yang akan dilaksanakan oleh Koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota;
  • modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan mengelola Koperasi.

Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi adalah sebagai berikut:

  • Rapat pembentukan koperasi primer dihadiri oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang pendiri, untuk koperasi sekunder dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) koperasi yang telah berbadan hukum, yang diwakili oleh orang yang telah diberi kuasa berdasarkan keputusan rapat anggota koperasi yang bersangkutan.
  • Rapat pembentukan koperasi dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari pendiri atau kuasa pendiri.
  • Rapat Pembentukan dihadiri oleh pejabat yang membidangi Koperasi dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat nasional dihadiri oleh Pejabat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
  2. pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat provinsi dihadiri oleh Pejabat Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Provinsi
  • pembentukan Koperasi sekunder dan primer tingkat Kabupaten /Kota dihadiri oleh Pejabat Dinas / Instansi yang membidangi Koperasi tingkat Kabupaten / Kota.
  1. Dalam rapat pembentukan tersebut dibahas antara lain mengenai pokok-pokokmateri muatan anggaran dasar Koperasi dan susunan nama pengurus dan pengawas yang pertama.
  2. Anggaran dasar memuat sekurangkurangnya daftar nama pendiri, nama dantempat kedudukan, jenis Koperasi , maksud dan tujuan, jenis Koperasi, bidang usaha, ketentuan mengenai keanggotaan, rapat anggota, pengurus , pengawas , pengelola, permodalan, jangka waktu berdirinya, pembagian sisa hasil usaha, pembubaran dan ketentuan mengenai sanksi.

Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkopersian, menyebutkan bahwa pembentukan Koperasi harus dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar. Anggaran dasar adalah aturan dasar tertulis yang memuat tata kehidupan Koperasi yang disusun dan disepakati oleh para pendiri Koperasi pada saat rapat pembentukan Koperasi. Menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian bahwa Anggaran Dasar Koperasi memuat sekurang-kurangnya:

  • Daftar nama pendiri
  • Nama dan tempat kedudukan
  • Maksud dan tujuan serta bidang usaha
  • Ketentuan mengenai keanggotaan
  • Ketentuan mengenai Rapat Anggota
  • Ketentuan mengenai pengelolaan
  • Ketentuan mengenai permodalan
  • Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
  • Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha
  • Ketentuan mengenai sanksi
  • Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya Ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha
  • Ketentuan mengenai sanksi

b.  Perolehan Status Badan Hukum Koperasi

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah. Demikian juga dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor : 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi bahwa Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan.

Dalam penjelasan pasal 3 tersebut di atas dengan status badan hukum bagi Koperasi mengikat baik ke dalam maupun keluar. Mengikat ke dalam artinya Pengurus maupun anggota Koperasi terikat pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan mengikat ke luar artinya, semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Koperasi dan untuk kepentingan koperasi menjadi tanggungjawab Koperasi. Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadaannya sehingga disebut legal entity.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) jo Pasal 4 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, dengan telah disahkannya Akta Pendirian Koperasi Simpan pinjam dan Akta Pendirian Koperasi yang membuka Unit Usaha Simpan Pinjam maka pengesahan tersebut berlaku sebagai izin usaha. Yang dimaksud dengan pengesahan akta pendirian Koperasi berlaku sebagai izin usaha menurut penjelasan Pasal 3 ayat (3) tersebut adalah dengan dikeluarkannya surat keputusan pengesahan Akta Pendirian Koperasi tersebut sudah dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam.

Ketentuan tersebut juga diatur dalam petunjuk teknis yaitu Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor : 351/KEP/M/XII/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi, bahwa pengesahan pendirian Koperasi Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam Koperasi berlaku sebagai izin usaha, sehingga Koperasi Simpan Pinjam maupun Unit Simpan Pinjam Koperasi langsung dapat melakukan kegiatan usaha simpan pinjam.

Perlu juga untuk dirujuk, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Negara dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor : 01/Per/M.KUM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris diajukan dengan melampirkan :

  • 1 (satu) salinan akta pendirian Koperasi bermeterai cukup ;
  • data akta pendirian Koperasi yang dibuat dan ditandatangani oleh Notaris;
  • Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi oleh para pendiri;
  • rencana kegiatan usaha Koperasi minimal tiga tahun ke depan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Koperasi;
  • dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan . Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil, Menengah Nomor : 19/KEP/M/II/2000 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Koperasi bahwa persyartan untuk menjadi Pengurus maupun Pengawas tidak boleh mempunyai hubungan kelurga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga dengan pengurus lain dan pengawas.

Untuk lampiran surat pernyataan tidak boleh membuka Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas sebelum melaksanakan kegiatan simpan pinjam sekurang-kurangnya 2 (dua)  tahun. , ini sesuai dengan Keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah   Nomor : 351/KEP/M/XII/1998, bahwa untuk   mendapatkan jarak pelayanan dan  meningkatkan kualitas pelayanan kepada  anggota , baik pelayanan jasa simpanan maupun pemberian pinjaman KSP dan USP  melalui koperasinya dapat mendirikan jaringan pelayanan berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas. Pendirian jaringan pelayanan baru dapat dilaksanakan setelah KSP dan USP melalui Koperasi yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan simpan pinjam sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. Lebih lanjut dalam hal Penelitian atau Verifikasi Akta Pendirian Koperasi yang dibuat oleh Notaris,setelah surat permohonan beserta lampiran masuk di Dinas Pelayanan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah setelah diagendakan oleh Sub Bagian Umum dan didisposisi oleh Kepala Dinas Pelayanan  Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di teruskan di Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan, yang kemudian oleh Kepala Sub Bagian Hukum dan Kelembagaan didisposisikan kepada staf yang menangani untuk diteliti atau verifikasi terhadap lampiran dan materi anggaran dasar yang akan disahkan.

Surat keputusan pengesahan akta pendirian Koperasi diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah , ini sesuai dengan ketentuan Pasal  19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Angggaran Dasar Koperasi. Surat Keputusan  pengesahan akta pendirian Koperasi akan  diserahkan ke Pengurus Koperasi dan Notaris yang membuatkan aktanya akan memperoleh tembusan.

 3.  Pembentukan dan Badan Usaha untuk BUMDES

Prosedur dan tata cara pendirian BUMDES saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2015 Tentang Pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran badan usaha milik desa.  dari Permendes tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mendirikan BUMDES adalah :

  1. Musyawarah Desa (Pasal 5 ayat (1). Dalam Musyawarah Desa yang perlu disepakati antara lain:
  • Organisasi pengelola BUMDES;
  • Modal usaha BUMDES; dan
  • Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDES.
  1. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDES. Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDES.
  2. BUMDES mendirikan unit-unit usaha/lembaga bisnis. Unit Usaha yang dapat dibentuk oleh BUMDES adalah (pasal 8 ):
  • Perseroan Terbatas ; dan
  • Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUMDES sebesar 60 (enam puluh) persen,

Apabila kita lihat ketentuan Pasal 4, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, undang-undang tersebut mensyaratkan bahwa Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan:

  • Bentuk badan hukum : Koperasi atau PT yang sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh persen) dimiliki BUMDES dan Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak sebesar 20% (dua puluh persen).
  • Permodalan
  • Mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam hal BUMDES tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUMDES didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDES,

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk BUMDES, pemerintahan desa cukup sampai pada tahap dikeluarkannya Perdes tentang pembentukan BUMDES. dengan adanya perdes maka BUMDES telah memiliki status badan hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum layaknya manusia. hal ini didasarkan pada Pasal 1653 KUH Perdata juncto Permendes No. 4 Tahun 2015, di mana organisasi pemerintahan daerah merupakan organisasi yang berbadan hukum dan pemerintahan daerah dapat membentuk organisasi yang berbadan hukum.

Namun dalam praktik yang telah diterima umum, badan usaha yang baik adalah badan usaha yang fokus pada satu usaha. Hal ini penting dilakukan untuk mengontrol usaha yang dijalankan. ada bidang-bidang usaha yang memiliki profit besar namun ada pula yang bisa merugi. Apabila badan usaha tersebut dipisah, akan dapat terlihat secara jelas bidang usaha mana yang membebani BUMDES, yang kemudian perlu dipertimbangkan untuk segera dihapus.

Apabila pemerintah desa dalam mendirikan BUMDES hanya sampai dalam bentuk Perdes, BUMDES akan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan usaha yang memerlukan modal yang cukup besar, selain itu partisipasi masyarakat akan sulit diwujudkan, karena kesannya BUMDES merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah desa. Dalam praktik perbankan pun BUMDES yang didirkan dengan Permendes sulit diterima dalam lalu lintas ekonomi. Perbankan akan kesulitan apabila ada BUMDES bermasalaha dan ingin menyita atau meminta pertanggung jawaban pengurus BUMDES, dalam kondisi ini harga kekayaan BUMDES sering kali merupakan satu kesatuan dengan aset pemerintahan desa.

Untuk itu BUMDES yang didirikan perlu membentuk unit-unit usaha seperti yang diamanatkan oleh Pasal 8 Permendes No. 4 Tahun 2015.

Berdasarkan uraian di atas juga terlihat bahwa unit usaha yang dibentuk oleh BUMDES semuanya adalah unit usaha yang memiliki status badan hukum. unit usaha tersebut adalah berupa Perseroan Terbatas atau koperasi.