Protests Can Be Loud, But Must Not Become Anarchic

Demo Boleh Keras, Tapi Jangan Anarkis

Ketika demonstrasi berubah menjadi aksi anarki, pesan yang ingin disampaikan justru kehilangan makna.

Berdasarkan opini dari: Dr. Dini Safitri, S.Sos., M.Si, CPR.,
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Jakarta, 3 September 2025 — Aksi demonstrasi adalah bagian sah dari demokrasi. Ia menjadi ruang bagi warga negara untuk menyuarakan aspirasi, menyampaikan kritik, dan menuntut perubahan. Namun, ketika demonstrasi berubah menjadi aksi anarki, pesan yang ingin disampaikan justru kehilangan makna.

Beberapa waktu terakhir, kita menyaksikan demonstrasi yang berujung pada kerusakan fasilitas umum, bentrokan, bahkan ancaman terhadap keselamatan warga. Padahal, tuntutan yang dibawa—seperti perlindungan profesi, keadilan ekonomi, atau regulasi yang berpihak—adalah isu-isu penting yang layak diperjuangkan.

Sebagai pendidik, saya percaya bahwa kekuatan aspirasi terletak pada cara penyampaiannya. Demo yang tertib, terorganisir, dan berbasis data bukan hanya lebih efektif, tapi juga menunjukkan kedewasaan gerakan sipil. Ia mengundang dialog, bukan penolakan.

Ketertiban dalam aksi bukan sekadar soal disiplin barisan atau izin keramaian. Ia mencerminkan bahwa gerakan tersebut memahami tanggung jawab sosial. Menyampaikan aspirasi tidak harus mengganggu hak publik lainnya. Ketika demonstrasi berlangsung dengan rute yang jelas, komunikasi yang terbuka, dan tanpa provokasi, publik cenderung mendengarkan bukan menghadapi kecemasan karena keamanan mereka terganggu.

Organisasi aksi yang baik, terdiri dari struktur panitia, distribusi informasi, hingga pengelolaan logistik aksi. Organisasi aksi ini menunjukkan bahwa gerakan ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan hasil pemikiran kolektif yang matang. Ia memberi sinyal kepada pemerintah dan media bahwa tuntutan yang disampaikan lahir dari proses deliberatif, bukan impulsif.

Dan ketika aksi dilandasi data berupa angka, fakta, dan analisis yang matang, maka pesan yang dibawa akan menjadi lebih kuat dan sulit diabaikan. Demonstrasi yang menyertakan hasil riset, testimoni lapangan, atau perbandingan kebijakan menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya melakukan aksi protes, tapi juga menawarkan solusi. Di titik inilah dialog bisa terjadi. Pemerintah tidak lagi berhadapan dengan massa yang marah, tapi dengan warga yang siap berdiskusi untuk solusi bersama.

Bentuk Penghormatan Demokrasi

Sebaliknya, aksi yang tidak terarah, penuh provokasi, dan minim substansi justru membuka ruang bagi para oknum untuk melakukan hal yang tidak bertanggung jawab. Ia mudah dibingkai sebagai ancaman, bukan aspirasi. Pesan utama demonstrasi menjadi hilang, dan digantikan oleh narasi kerusuhan, anarkis dan kecemasan masyarakat.

Karena itu, menjaga demo tetap tertib, terorganisir, dan berbasis data bukan hanya soal strategi, tapi soal etika gerakan sipil. Ia adalah bentuk penghormatan terhadap demokrasi itu sendiri. Suara rakyat bisa lantang, tapi tetap bermartabat.

Anarki bukan sebuah keberanian. Ia adalah kegagalan komunikasi. Ia merusak kepercayaan publik, memberi ruang bagi stigma buruk terhadap gerakan sosial, dan justru memperlemah posisi tawar demonstran di mata publik.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperkuat:

Pertama, perlu dilakukan koordinasi internal yang matang. Panitia aksi harus memastikan peserta memahami tujuan, rute, dan batasan aksi.

Kedua, membuat narasi publik yang membangun. Peserta aksi dapat menggunakan media sosial untuk menyampaikan pesan dengan empati dan data, bukan provokasi.

Ketiga, massa aksi dapat melakukan kolaborasi dengan aparat keamanan. Kolaborasi disini adalah untuk saling menjaga agar ruang demokrasi tetap aman.

Keempat, melakukan edukasi pada peserta aksi. Edukasi mengenai demonstrasi adalah sebuah ekspresi, bukan aksi destruksi.

Demo yang damai bukan berarti lemah. Ia justru menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya marah, tapi juga siap berdialog dan berkontribusi dalam perubahan. Karena bangsa yang besar bukan hanya yang berani bersuara, tapi juga yang tahu cara menjaga martabatnya saat bersuara.

Protests Can Be Loud, But Must Not Become Anarchic

When demonstrations turn into anarchic acts, the message they intend to convey is ultimately lost.

Opinion by: Dr. Dini Safitri, S.Sos., M.Si, CPR.
Lecturer in Communication Studies,
Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Jakarta, September 3, 2025 — Demonstrations are a legitimate part of democracy. They provide a platform for citizens to express their aspirations, voice criticisms, and demand change. However, when protests descend into anarchy, the very message they aim to communicate loses its meaning.

In recent times, we have witnessed demonstrations that end in damage to public facilities, clashes, and even threats to public safety. Yet, the demands—such as the protection of professional sectors, economic justice, or fair regulations—are critical issues worthy of advocacy.

As an educator, I firmly believe that the strength of any aspiration lies in how it is communicated. A well-organized, orderly demonstration grounded in data is not only more effective but also reflects the maturity of civil movements. Such demonstrations invite dialogue instead of rejection.

Orderliness in protest is more than just maintaining discipline in marches or securing permits. It reflects a movement that understands its social responsibility. Expressing aspirations does not have to infringe upon the rights of others. When demonstrations follow clear routes, maintain open communication, and avoid provocation, the public is more likely to listen rather than respond with anxiety over compromised safety.

Effective protest organization involves a structured committee, information dissemination, and logistical management. Such organization signals that the movement is not a mere outburst of emotion but the product of thoughtful collective deliberation. It sends a message to the government and the media that the demands arise from a rational process, not impulsiveness.

Moreover, when demonstrations are underpinned by data—numbers, facts, and rigorous analysis—the message delivered becomes stronger and harder to dismiss. Protests that incorporate research findings, field testimonies, or policy comparisons demonstrate that the public not only objects but also proposes solutions. This is the point at which constructive dialogue can occur. The government faces not an angry mob, but citizens ready to engage in discussions for mutually beneficial solutions.

A Form of Respect for Democracy

Conversely, undirected actions filled with provocation and lacking substance provide room for irresponsible elements to exploit the situation. Such acts are easily framed as threats rather than legitimate aspirations. The core message of the demonstration is lost, replaced by narratives of riot, anarchy, and public anxiety.

Therefore, maintaining protests as orderly, organized, and data-based is not merely a strategy but an ethical imperative for civil movements. It is a form of respect towards democracy itself. The voice of the people can be loud—yet it must remain dignified.

Anarchy does not represent courage; it signifies a failure in communication. It damages public trust, perpetuates negative stigmas about social movements, and ultimately weakens protesters’ bargaining position in the eyes of the public.

For this reason, several measures must be strengthened:

First, internal coordination must be thorough. Protest committees need to ensure participants understand the purpose, route, and boundaries of the action.

Second, a constructive public narrative should be crafted. Participants can utilize social media to communicate messages with empathy and data, not provocation.

Third, demonstrators should collaborate with security forces. This collaboration aims to safeguard the democratic space and ensure safety.

Fourth, participants need education about demonstrations as expressions—not acts of destruction.

Peaceful protests do not mean weakness. On the contrary, they show that society is not only angry but also ready to dialogue and contribute to meaningful change. A great nation is not only one that dares to speak up, but one that knows how to preserve its dignity while doing so.

This article can also be read at: https://www.liputan6.com/opini/read/6150013/demo-boleh-keras-tapi-jangan-anarkis

Leave a Reply